Ibu,
sebuah kata yang asing bagiku
“Sisi, apa yang kamu fikir kan? Kenapa kamu belum
tidur sudah selarut ini?” Kata Kepala panti asuhan tempat ku tinggal ketika
melihat ku berdiri di samping jendela kamar menatap keluar. Menerawang jauh
dikegelapan malam, seolah mencari sosok yang selama ini hilang dari hidupku.
Aku tahu bahwa sekarang sudah menunjukkkan pukul 00.00, anak panti yang lain pasti
sudah terlelap dengan mimpi-mimpi indahnya. Tapi aku, aku tidak bisa memejamkan
mata malam ini setelah apa yang ku dengar tadi sore.
“Sisi, ada sepasang suami istri yang akan
mengadopsimu.” Kata Kepala panti padaku. “Ayo berkemas, besok mereka akan
menjemputmu”. Aku tidak tahu harus merasa senang atau sedih, sudah hampir 17
tahun aku tinggal dipanti ini dan aku tidak pernah berfikir sekalipun bahwa
akan ada orang tua yang akan mengadopsiku, membawaku keluar dari panti ini.
Lingkungan yang selama ini seolah menjadi duniaku, lingkungan yang
membesarkanku dan mengajariku banyak hal tentang kehidupan.
Pasalnya, aku melihat sesuatu yang berbeda dari
calon ibuku itu. Dia selalu menatapku dengan tatapan yang berbeda, tatapan yang
tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Bahkan tadi, saat dia melihatku, dia
langsung memelukku dengan mata berkaca-kaca. Tapi saat aku mengatakan hal itu
pada Kepala panti, dia hanya berkata bahwa itu hanya ungkapan perasaan
senangnya karena dia akan memiliki seorang anak setelah beberapa tahu menikah
tapi tidak memiliki seorang anak pun. Aku hanya mengangguk mendengarnya, walaupun
aku masih merasakan kejanggalan.
***
Mata hari pagi bersinar cerah diupuk timur, kicauan
burung seolah menyanyikan tentang pagi yang cerah. Dan aku, aku sibuk didalam
kamar kecilku yang akan aku tinggalkan pagi ini. Tadi subuh, dikarenakan aku
tidur terlalu larut, aku hampir saja tidak shalat subuh jika tidak dibangunkan
oleh pengurus panti. Setelah shalat dan melantunkan beberapa ayat-ayat cinta
dari Allah, aku langsung mandi dan segera berkemas. Biarpun kejadian ini masih
membingungkan bagiku dan menimbulkan sedikit rasa sedih, tapi akupun tidak bisa
menutupi rasa bahagiaku karena akan memiliki orang tua.
“Sisi, kamu sudah siap?” salah satu pengurus panti
memasuki kamarku dan bertanya. Kemudian membantuku berkemas karena orang tua
angkatku sudah datang.
“Kamu ini kenapa baru berkemas? Bukannya sudah
diberi tahu sejak kemarin sore?”
“Maaf Bu,
mungkin aku terlalu senang, sehingga tidak terfikir sama sekali untuk
berkemas.”
“Ya sudah, ayo cepat berkemasnya!”
Setelah selesai berkemas, aku keluar kamar menuju ruang
tamu dimana orang tua angkatku menungguku bersama Kepala panti. Sebelum keluar,
aku melihat ke sekeliling kamar, kamar yang selama ini menjadi tempat aku
melakukan banyak hal. Aku sempat menitikkan air mata namun segera ku hapus dan
secepat mungkin menuju ke luar.
“Sisi, kamu sudah siap?” Tanya Kepala panti padaku.
“Sudah Bu.” Aku menjawab sambil mengangguk dan
mataku yang tidak pernah lepas dari kedua orang tua angkatku.
“Ini orang tuamu sudah menunggumu dari tadi. Mereka
akan menjemputmu dan membawamu ketempat yang baru. Kamu jangan melakukan
hal-hal yang tidak baik disana nanti, jadilah anak baik buat mereka. Jangan
melupakan apa yang sudah diajarkan dipanti ini.” Kata Kepala panti padaku
panjang lebar. Aku hanya mengangguk menjawab perkataannya.
“Ini Pak, Bu. Sisi sudah siap. Silahkan dibawa,
terima kasih sudah mau menerimanya dikeluarga Bapak dan Ibu.”
“Iya Bu, sama-sama. Saya juga mengucapkan terima
kasih karena sudah mengurus Sisi selama ini dan sekarang mengijinkan kami untuk
mengadopsinya.” Kata suami dari pasangan suami isrti itu.
Aku hanya menyaksikan percakapan itu tanpa berkata
sepatah katapun. Setelah mereka selesai berbicara, mereka membawaku keluar
menuju mobil yang terpakir dihalaman panti. Setelah aku selesai bersalaman dan
pamitan kepada semua penghuni panti, aku berjalan beriringan dengan mereka.
Namun, langkahku terhenti disamping mobil dan menoleh kembali kebelakang. Ku lihat
semua wajah orang-orang yang selama ini menemaniku dan berbagi denganku serta
ku lihat papan yang bertuliskan “Panti Asuhan Sinar Ibu”, panti yang selama ini
tempatku berlindung dan tempatku mendapatkan kasih sayang. Setelah puas melihat
untuk yang terakhir kalinya karena aku
akan dibawa pergi keluar kota menuju rumah baruku dan akan tinggal bersama
orang tua baruku, aku masuk kemobil dan ketika mobil mulai berjalan aku
lambaikan tangan ku dengan tetesan air mata.
***
Perjalan terjauh yang pernah aku alami, aku tertidur
karena lelah. Dan ketika sampai di kota yang dituju, aku terbangun. Suasana
kota yang benar-benar berbeda dari tempatku sebelumnya dengan keindahan malam
dan sorot lampu dimana-mana.
“Sisi, kamu suka kota ini?” Katanya sambil
memandangku.
“Iya, aku menyukainya.” Jawabku sambil menoleh
padanya dan kembali melihat keluar mobil.
Kota baru yang ku datangi benar-benar asing buatku.
Disini saat malam pun orang-orang ramai berada diluar rumah dan masih
menjalankan aktivitas masing-masing. Sedangkan di panti, mungkin karena pantiku
berada di desa yang kecil dan tenang, aku jarang sekali menemukan keramaian
seperti ini dimalam hari. Lampu-lampu jalan yang seolah menjadi hiasan kota,
orang-orang yang berlalu lalang disertai kendaraan bermotor yang memenuhi
jalan, dan gedung-gedung tinggi yang seolah-olah menyentuh langit.
Setelah menempuh perjalanan kira-kira 8-9 jam,
akhirnya aku dan orang tua angkatku sampai dirumah. Rumah yang akan menjadi
rumahku juga, tempat dimana aku akan melakukan banyak hal, mungkin sampai akhir
hayatku. Sebuah rumah yang tidak pernah ku bayangkan sebelumnya bisa aku
tempati, rumah yang besar dan megah, bergaya minimalis dengan taman kecil di
depannya. Disebuah komplek perumahan elit, yang mana hanya rumah-rumah megah
yang berada disini.
Aku dibawa masuk kerumah dan diperlihatkan banyak
hal yang belum pernah aku lihat secara langsung. Hiasan-hiasan rumah yang
biasanya hanya aku lihat di tv, sekarang aku lihat secara langsung. Aku dibawa
menuju sebuah kamar yang akan menjadi kamarku, sebuah ruangan yang sepertinya
memang sudah di persiapkan untuk seorang anak perempuan. Dengan warna dasar
ungu dan pink serta banyak boneka yang ditata dengan rapi.
Aku masuk dan langsung menuju ke sebuah jendela kaca
yang berada dikamar, aku buka tirainya dan dari sini aku bisa melihat sebuah
pemandangan yang indah. Karena kamar ini berada di lantai dua, jadi jika aku
melihat kebawah maka akan terlihat taman kecil dengan bunga-bunga yang indah
serta rumput hijau yang sepertinya dirawat dengan rapi. Aku juga bisa melihat
bulan yang indah serta bintang-bintang yang menghiasi langit malam menemani
rembulan.
***
“Sisi, ayo bangun sayang!” Suara Mama dipagi hari
membangunkan ku sambil membuka tirai. Aku sudah hafal apa yang Mama lakukan
setiap paginya, karena sudah hampir setahun aku berada disini. Aku sudah akrab
dengan suasana rumah ini dan orang-orang yang berada didalamnya.
“Hemmm.. memangnya ini jam berapa sih Ma? Sisi masih
ngantuk ni.” Aku berkata sambil terus memejamkan mata. Mama menuju tempat
tidurku dan memegang ku dengan perasaan sayangnya.
“Sayang, ini sudah waktunya subuh. Kamu tidak shalat
subuh?”
“Iya Ma, Sisi shalat kok. Tapi sebentar lagi ya.”
Karena jawabanku itu, Mama langsung menggelitikku
dan menyuruhku segera bangun. Hal ini hampir setiap pagi terjadi, selalu ada
canda tawa yang terjadi antara kami setiap paginya. Aku tidak tahu kenapa setelah
aku tinggal disini, aku menjadi anak yang manja. Dan keluarga ini pun sangat
memanjakan ku. Wanita yang kupanggil Mama ini pun menyayangi ku, seolah dia
yang melahirkan ku. Wanita berjilbab ini, membuat ku menjadi gadis manja yang
cerdas dan shaleha. Dia mengajari ku berjilbab dengan sabarnya, sampai akhirnya
sekarang aku pun berjilbab. Kelurga ini memang keluarga yang cukup kaya, tapi
mereka tidak pernah memanjakan aku dengan harta mereka, tapi mereka memanjakan
ku dengan kasih sayang dan perlakuan mereka.
Disini, aku seakan lupa pada masa laluku. Masa lalu
dimana aku tidak punya orang tua, tinggal di panti asuhan dan belajar disekolah
yang sederhana. Sedangkan disini, aku tinggal di sebuah rumah yang mewah dengan
orang tua yang lengkap dan menyayangiku, belajar disekolah yang mahal dan
berkualitas, bahkan aku mengikuti beberapa privat diluar jam sekolah. Disini,
waktu ku seolah sangat berharga, sehingga ada banyak hal aku lakukan.
***
Aku sangat sibuk hari ini, besok adalah hari ulang
tahun ku yang ke 18. Ini kali pertamanya aku merayakan ulang tahun secara
besar-besaran, orang tua ku mempersiapkan semuanya buat ku. Selama dua hari
persiapannya dilakukan, mulai dari dekorasi, gaun ku, dan segala macam ornamen
ulang tahun lainnya.
Dan hari ini adalah hari yang sangat berharga
untukku, acara ulang tahun ku. Diwajahku selalu hadir senyum bahagia, apalagi
disaat teman-temanku datang. Sampailah di acara utama, acara yang sedari
kemarin ku tunggu-tunggu.
“Terimakasih kepada teman-teman Sisi yang sudah
menyempatkan diri datang ke acara ini” Kata seorang pembawa acara membuka
acara. “Untuk mempersingkat waktu, kita langsung saja mendengarkan sambutan
dari yang berbahagia hari ini. Sisi...” Tepuk tangan riuh dari para tamu yang
hadir membahana di ruangan rumahku dan aku pun segera mengucapkan beberapa
patah kata sembari terus tersenyum karena bahagia.
Dilanjutkan sambutan oleh kedua orang tuaku, awalnya
aku terkejut karena kedua orang tua ku sempat bertukar pandang dan terdiam
sampai akhirnya Papa mengucapkan beberapa kata.
“Terimakasih untuk teman-teman Sisi yang udah datang
ke acara ulang tahun Sisi yang ke 18 ini.” Papa menarik napas panjang dan
terlihat kecemasan di wajahnya. “Hari ini adalah hari ulang tahun Sisi, anak
kami yang sudah setahun ini bersama kami. Dan hari ini, kami akan
memberitahukan kepada semuanya termasuk Sisi, bahwa Sisi adalah anak kandung
kami yang hilang 17 tahun lalu dan bukan hanya seorang anak angkat dikeluarga
ini.”
Aku syok mendengar hal itu. Aku anak kandung
keluarga ini, bagaimana bisa. Kenapa baru sekarang mereka memberi tahu ku, dan
kenapa mereka baru mencari ku setelah 17 tahun berlalu. Kenapa aku bisa hilang.
Berbagai pertanyaan tiba-tiba saja memenuhi otakku. Kepala pusing memikirkan
jawabannya, air mata ku pun tumpah tidak bisa ku tahan. Dan akhirnya, aku jatuh
pingsan di lantai dengan pipi yang basah oleh air mata.
***
Acara ulang tahun ku selesai sebelum waktunya, semua
tamu pulang setelah acara ditutup oleh pembawa acara. Dan aku, aku dibawa
menuju kamarku dalam keadaan tidak sadar dan dibaringkan ditempat tidur. Mama
mengeluarkan air mata, dia duduk ditepi tempat tidurku sambil terus mengelus
kepalaku.
“Maafkan Mama sayang. Mama benar-benar minta maaf.”
“Kamu harus mendengarkan penjelasan Mama. Ayo bangun
sayang”
Setelah kurang lebih satu jam, akhirnya aku pun
sadar. Perlahan ku buka mataku, ku edarkan pandanganku kesekeliling kamar.
Kulihat papa berdiri disamping mama yang duduk disampingku.
“Aku kenapa Ma? Pesta ku bagaimana?”
“Kamu tenang dulu ya sayang. Kamu tadi pingsan dan
akhirnya semua teman kamu pulang.” Papa menjawab pertanyaan ku dan Mama terdiam
dengan air mata yang terus mengalir.
“Pingsan?” Aku akhirnya ingat lagi dengan semua
kata-kata Papa pada acara ulang tahun ku tadi. Aku pun akhirnya menangis lagi
sambil terus bertanya kebenaran dari perkataan itu.
“Maafkan Mama sayang, Mama baru bisa memberi tahu mu
sekarang. Mama tidak punya maksud apa pun, Mama sayang sama Sisi dan Mama tidak
mau liat Sisi marah sama mama.”
“Tapi kenapa baru sekarang Ma, kenapa tidak dari
awal saat Mama dan Papa mengadopsi Sisi dipanti dan kenapa Mama dan Papa baru
menjemput Sisi setelah 17 tahun Sisi tinggal dipanti dan merasa benar-benar
tidak memeliki orang tua.”
“Sisi setiap malam selalu melihat keluar jendela,
menatap kegelapan malam. Dan Sisi seolah menemukan sosok orang tua Sisi disana.
Itu yang membuat Sisi selama ini kuat dan tidak pernah mengeluh soal orang tua.
Apa mama dan papa tahu hal itu?”
Suasana hening sesaat, yang terdengar hanya suara
isak tangis aku dan mama.
“Sisi mau
sendiri dulu sekarang. Mama dan Papa bisa keluar dari kamar inikan?”
“Tapi sayang..”
“Sudahlah Ma, kita biarkan Sisi sendiri dulu. Dia
masih bingung dan terkejut dengan keadaan ini.” Kata Papa sambil membawa Mama
bangkit dari tempatnya duduk dan membawanya keluar.
“Terimakasih Pa.”
Aku terus memikirkan hal itu, aku bangkit menuju
jendela kamar. Kubuka tirainya dan aku melihat keluar. Menatap jauh, menerawang
di kegelapan. Rintik-rintik hujan mulai jatuh membasahi bumi seolah ikut
merasakan kesedihanku. Bulan dan bintang pun seolah enggan menemani dan
menghiburku. Rintik hujan pun berubah menjadi hujan yang deras di iringi air
mata ku yang tidak bisa ku hentikan. Aku terpaku disamping jendela, berdiri
tegak sambil terus menapat dikegelapan seolah mencari jawaban dari pertanyaanku
di antara tetesan hujan. Ku julurkan tangan ku keluar dan merasakan tetesan
hujan ditanganku sambil memejamkan mataku. Aku ingin merasakan ketenangan
dihatiku, aku ingin perasaan seperti sekarang ini menjauh dari hatiku. Aku
sangat tersiksa dengan hal ini.
Aku kembali ketempat tidurku, pukul 03.00 aku baru
bisa terlelap tidur.
***
Aku terbangun dipagi hari saat matahari pagi
membelaiku dengan hangatnya. Jendela kamar yang semalam tidak aku tutup membuat
matahari pagi leluasa masuk dan membangunkan ku. Mata ku sembab karena tangisan
ku semalam. Aku beranjak dari tempat tidurku menuju kamar mandi dengan lemas.
Tenagaku seolah terkuras habis seiring dengan air mataku yang tadi malam terus
keluar.
Setelah mandi dan berpakaian rapi, aku menuju ke
ruang makan yang berada di lantai 1. Aku melihat papa dan mama yang juga
terlihat lelah dari raut wajah mereka.
“Pagi Ma, Pa.” Aku menyapa mereka dan mencoba
tersenyum.
“Pagi sayang. Ayo sarapan.”
Aku duduk di samping mama dan memakan roti yang
sudah di siapkan mama.
“Ma, Pa, Sisi mau tanya sesuatu, boleh?” Kata ku
disela makanku. Aku melihat mereka berdua menatapku.
“Boleh sayang, kamu mau tanya apa. Mama dan Papa
akan mencoba menjawabnya semampu kami.”
“Sebenarnya
Sisi hilang dulu karena apa?” Aku berusaha sekuat tenaga tegar dan tidak
menangis ketika menanyakan hal itu.
“Dulu, mama dan papa sangat bahagia bisa memilikimu.
Kami membawamu yang saat itu masih bayi berlibur ke sebuah kota, kami duduk di
sebuah kursi taman. Saat itu taman sangat ramai dan disaat kami lengah kamu
hilang entah kemana. Kami yang baru menyadari akan hal itu langsung mencari mu
kesekeliling taman namun sampai hari menjelang malam pun kami tidak
menemukanmu. Mama sempat syok kehilangan kamu tapi kami terus mencari selama
seminggu tapi hasilnya nihil. Akhirnya kami kembali kekota ini dengan perasaan
hancur karena kehilanganmu.”
“Kami tidak pernah berhenti mencarimu. Kami menyewa
beberapa orang terpercaya untuk mencarimu. Sampai akhirnya setelah 17 tahun
menunggu, kami akhirnya mendapatkan informasi bahwa kamu berada di panti itu.”
Aku dengan seksama mendengar cerita itu dan tanpa
aku sadari air mata ku jatuh membasahi pipi ku. Aku benar-benar tidak menyangka
kejadian itu telah terjadi padaku. Aku pun tidak pernah memikirkan banyak hal
yang telah dilakukan orang tua ku untuk mencari ku dan perasaan mereka saat
kehilangan ku pun tidak bisa ku bayangkan.
Aku memeluk Mama yang berada disampingku yang sudah
menangis sedari tadi ketika menceritakan hal itu. Papa pun bangkit dari tempat
duduknya dan memeluk ku dan mama. Kami bertiga larut dalam suasana haru bercampur
bahagia pagi ini. Dan aku sekarang benar-benar menemukan sosok orang tua yang
aku cari selama ini. Bisa terus memanggil mama, seorang ibu yang melahirkan ku
dan selama ini merindukanku. Ibu, sebuah kata yang selama ini tidak pernah ku
sebut dan asing bagiku, sekarang bisa terus ku sebut untuk mamaku. Mama yang
sangat aku sayangi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar