Sabtu, 26 November 2011

Dilema


DILEMA

“Huh” aku menghempas tubuhku keatas kasur untuk membuang semua kepenatan. Dari kemarin, otakku selalu penuh dengan pikiran tentang dua orang cowo yang sebenarnya sangat-sangat gak penting untuk dibahas. Tapi rasnya pikiran itu berhasil membuat nafasku terasa sesak, berasa punya beban berat gitu.
“Ca..” terdengar suara mama memecah lamunanku. “Cahaya!!”
“Iya ma..” jawabku segera. “Ada apa sih? Kok pake teriak-teriak segala?”
“Itu diruang tamu ada temen kamu yang nyariin kamu.”
“hemmmm siapa?”
“Katanya namanya Kurniawan.”
“Apa?” Aku kaget banget dengar nama itu. Ada perlu apa dia kemari? Ini baru pertama kalinya dia datang kerumahku.
Kurniawan adalah temen kuliahku, dijurusan yang sama namun beda kelas. Dan dia adalah salah satu cowo yang berhasil membuat fikiran ku kalut banget kayak gini.
***
Dengan langkah yang dipaksakan, aku menuju ruang tamu untuk menemui Kurniawan. Sebenarnya malas sih, tapi dikarenakan adanya perintah untuk memuliakan tamu, mau nggak mau aku harus tetap menemuinya.
“Hai Ca” sapanya begitu dia melihatku.
“Hai” jawabku dengan nada malas. “Ada perlu apa? Tumben kesini?”
“Nggak, aku tadi Cuma kebetulan lewat sini, jadi aku mampir deh. Nggak ganggukan?
“Oh nggak” kataku sambil tersenyum. Walaupun alasannya menurutku nggak masuk akal.
Sebenarnya aku lagi malas mau ketemu dia, karena masalah itu.
***
Pagi yang cerah untuk jiwa yang hampa. Kalut semeraut gak menentu. Walaupun dengan malas dan dengan mata yang masih mengantuk, aku paksakan diriku untuk pergi kekampus.
Begitu sampai kampus, aku Cuma duduk dengan lesu dan tidak ada semangat buat dengarin ocehan dosen. “Huh”
“Ca!!” Sasa teman disampingku mengagetkanku. Dikarenakan aku selalu saja melamun setelah hari itu. Hari dimana ada kejadian yang membuat aku seperti sekarang ini.
***
Hari itu hari jumat pagi. Awalnya aku menjalankan aktivitasku seperti biasa, sampai akhirnya maslah dimulai. Siapa sih yang bakal nyangka kalau aku bakalan dimarahin sama cewe yang nggak aku kenal sama sekali, ditempat ramai kayak gitu.
“Heh, cewe centil!” katanya sambil mendorong bahuku.
“Ada apa ni?! Maksudnya apa marah-marah kayak gini?’ jawabku kesal karena kaget dan tidak terima diperlakukan seperti ini.
“Nggak usah pura-pura nggak tahu deh. Dasar cewe centil, bisanya ngerebut pacar orang. Nggak bisa ya cari cowo lain.”
“Maksud kamu? Pacar siapa?” aku benar-benar nggak ngerti.
“Udahlah, banyak tanya lagi. Kamu itu nggak usah sok kecentilan sama Kurniawan, dia itu pacar aku. Dan aku nggak suka kalau kamu dekat-dekat sama dia. Ngerti?”
“Eh, tunggu dulu. Aku sama Kurniawan itu nggak ada apa-apa, kita cuma teman. Dan kamu nggak perlu salah paham kayak gini.”
“Nggak mungkin, Kurniawan itu suka sama kamu. Dan itu pasti karena kamu yang kecentilan sama dia. Kurniawan itu nggak mungkin kayak gitu kalau bukan kamu yang mulai duluan.” Katanya dengan nada membentak dan dengan keras.
“Pokoknya aku nggak mau, kalau aku liat kamu masih dekatin Kurniawan lagi.”
“Ya ampun, ini cewe nggak bisa ya ngomong baik-baik dulu. Memangnya dia nggak malu diliatin orang sebanyak ini.” Kataku dalam hati.
Setelah dia pergi, aku melihat semua orang melihat padaku. Sebenarnya aku nggak mau memperdulikan perkataannya, tapi aku benar-benar penasaran saat dia mengatakan bahwa Kurniawan suka sama aku. Akhirnya aku putuskan untuk menemui Kurniawan.
Setelah keliling kampus akhirnya aku ketemu sama Kurniawan. Ternyata dia ada dikelasnya. Aku langsung saja menanyakan padanya perihal kejadian tadi.
“Wan, kamu punya pacar ya?” tanyaku dengan hati-hati.
“Bukannya aku mau tau soal urusan pribadi kamu. Aku Cuma nanya aja kok, karena tadi ada cewe yang nemuin aku dan bilang kalau dia pacar kamu. Kalau kamu nggak mau jawab juga nggak apa-apa kok.” Lanjutku karena dia nggak menjawab pertanyaanku.
“Iya, aku punya pacar. Namanya Putri.” Kurniawan menjawab tanpa menoleh kepadaku yang duduk disampingnya.
Suasana hening sesaat. Aku nggak tahu harus ngomong apa lagi.
“Dia nggak suka kalau aku dekat-dekat sama kamu. Dia juga tahu kalau aku suka sama kamu. Sebenarnya aku udah ngajakin dia putus kemarin, tapi dia masih nggak mau.”
“Apa? Ternyata Kurniawan benar-benar suka sama aku. Kok dia nggak pernah bilang sama aku.” Kata ku dalam hati.
“Pasti kamu kaget ya Ca dengarnya?”
Aku Cuma mengangguk sambil terus menatapnya dan menunggunya memberi penjelasan.
“Sebenarnya aku udah lama suka sama kamu, bahkan aku udha sangat sayang sama kamu. Aku nggak pernah benar-benar berharap miliin kamu, dengan aku bisa dekat sama kamu seperti sekarang pun aku sudah cukup senang. Makanya aku nggak pernah bilang sama kamu tenetang hal ini karena aku takut kamu nggak suka.”
Ku tarik  nafas dalam-dalam dan ku hembuskan dengan berat setelah mendengar hal itu. Dan aku berlari keluar kelas untuk melampiaskan rasa kaget dan bingungku. Aku merasa kecewa bukan karena pengakuan Kurniawan, tapi kenapa dia baru mengatakan sekarang setelah apa yang terjadi padaku tadi.
***
Aku mencoba menenangkan diriku di perpustakaan dengan membaca beberapa buku. Tapi aku sama sekali tidak bisa berkonsentrasi. Dan masalah baru muncul.
Hp ku berdering, ada sms masuk di hp ku. Sms itu datangnya dari Erlangga, sahabatku yang tiga tahun lalu pergi ke Amerika kareana mendapatkan beasiswa dan membuat perasaanku pada tertahan dan tersimpan rapi didalam hatiku.
“Hai Ca. Apa kabarmu? Aku udah di Indonesia sekarang dan aku mau ketemu kamu. Aku tunggu kamu ya, nanti sore di Cafe kita dulu. Miss you.” Kira-kira begitulah isi smsnya.
Oh Tuhan, aku benar-benar belum siap ketemu dia sekarang. Aku masih menyimpan perasaan padanya walaupun sejujurnya aku sudah mulai menyukai Kurniawan. Aku benar-benar bingung sekarang.
***
Saat aku sampai didepan “Cafe Pelangi” cafe yang dulu selalu aku dan Erlangga kunjungi. Aku melihat sosok yang tidak asing dimataku. Sosok yang sudah tiga tahun ini tidak kulihat. Dia yang dulu selalu menemanilu selalu bersamaku, menghabiskan waktu bersama. Dia sama sekali tidak berubah hanya saja sekarang dia terlihat lebih rapi.
Dia tersenyum manis saat melihatku. Senyum yang sama seperti saat dia meninggalkanku. Akupun berusaha membalas senyumnya walaupun dengan beban berat dikepalaku.
“Apa kabar Ca?”
“Baik. Kamu sendiri apa kabar.”
“Alhamdulillah, seperti yang kamu lihat sekarang. Aku baik-baik saja. Katanya sambil tersenyum. Dia memang orang sangat suka tersenyum dan itu yang membuatku suka padanya selain semua sikapnya.
***
Dan sampai hari ini, maslah itu belum juga selesai. Sudah seminggu mereka bersamaku, terlebih Erlangga. Dia benar kembali sekarang, kembali seperti dulu.
Kurniawan udah putus sama Putri dan semakin membuatku bingung karena hal itu. Sejujurnya aku senang dengan semua sikap dia padaku dan semua perhatiannya. Tapi disisi lain aku benar-benar belum bisa menerima dia karena masih ada Erlangga dihatiku.
Semakin hari, keduanya seperti berlomba untuk mendapatkan perhatianku. Ditambah lagi satu sama lain saling mengetahui perasaan masing-masing.
Dan sekarang aku terlalu sibuk untuk bersama mereka. Karena jika salah satu saja aku tolak saat mengajak ku pergi, aku takut itu akan mengecewakannya.
Hari ini aku akan makan malam diluar bersama Erlangga, sebernya waktuku memang lebih banyak bersama Erlangga. Sama seperti dulu, dia selalu saja bersamaku. Dia bisa menemuiku dirumahku jika kami tidak pergi keluar, karena dia dan keluargaku sudah saling mengenal.
“Kita mau makan dimana ini Ca?” tanyanya padaku saat kami berdua berada didalam mobilnya.
“Terserah kamu saja mau makan dimana, aku ngikut saja.”
“Gimana kalau kita makan dicafe pelangi saja? Aku setujukan.”
“Boleh juga. Aku udah lama nggak makan disana.”
Selama perjalanan aku hanya terdiam karena sebenarnya sedari tadi aku merasakan ada sesuatu yang akan terjadi. Dan hal itu benar-benar terbukti saat aku dan Erlangga sampai di cafe pelangi. Dia mengungkapkan perasaannya padaku, dengan sungguh-sungguh.
“Ca, sejujurnya aku sangat sayang sma kamu. Bukan hanya sebagai sahabat tapi juga lebih dari itu.  Selama di Amerika aku benar-benar ngerasa nggak bisa jauh dari kamu dan aku nggak berniat sama sekali buat pacaran sama cewe lain selain kamu. Aku menyesali kenapa hal ini nggak aku sadari dari dulu, sebelum aku pergi waktu itu.”
“Ca, kamu mau kan memulai semuanya dari awal bersamaku?”
Aku benar-benar bingung, aku nggak tahu harus jawab apa sekarang. Sebenarnya Kurniwan juga mengharapkan hal yang sama dengannya. Aku benar-benar nggak mau mengecewakan siapapun.
Akhirnya aku meminta waktu padanya untuk memikirkan hal ini, karena jujur aku masih sangat-sangat terkejut. Dia mengerti dan memberikan waktu padaku sampai aku benar-benar siap buat menjawabnya.
***
Setelah semalaman aku memikirkan hal itu, akhirnya aku putuskan untuk menemui mereka bersama hari ini, ku kirim pesan pada mereka untuk menemuiku sore ini di cafe pelangi.
“Hai Ca. Eh, ada Kurniawan juga.” Sapa Erlangga saat dia melihat aku dan Kurniawan sudah bersama.
“Hai juga Ngga. Ayo duduk.” Kataku padanya.
“Iya.”
Suasana hening sesaat. Tidak ada satupun yang berkata, aku melihat keheranan diwajah mereka, kenapa aku mengajak mereka bertemu bersama. Akhirnya aku memulai pembicaraan, mencoba menjawab keheranan mereka.
“Gini Wan, Ngga. Aku membawa kalian bertemu disini karena aku ingin menyelesaikan semuanya. Aku akan menjawab pertanyaan kalian selama ini. Jujur, aku benar-benar bingung saat masing-masing dari kalian mengungkapkan perasaan kalian padaku. Dan aku sudah berusaha memikirkannya sebaik mungkin, aku harap keputusan yang aku ambil ini adalah yang terbaik buat kita semua.”
“Iya Ca, apa pun keputusanmu, kita  akan berusaha menerimanya. Iyakan Ngga?”
“Iya. Ca, aku akan terima apapun keputusan kamu. Asalkan itu benar-benar buat kamu bahagia.”
Kutarik nafas dalam-dalam sebelum aku mengatakan keputusan ku pada mereka.
“Terimakasih kalian mau ngertiin aku. Aku benar-benar udah memikirkan hal ini. Dan akhirnya aku putuskan untuk tidak memilih salah satu dari kalian.”
“Apa Ca?” Kata Erlangga kaget. “ Maksud kamu, kamu nggak memilih kita berdua? Kenapa?”
“Aku tahu kalian pasti terkejut dengan keputusan ku ini. Aku rasa ini yang terbaik. Aku benar-benar nggak mau nyakitin siapa pun, karena aku fikir jika aku milih salah satu dari kalian pasti akan ada yang ngerasa kecewa. Walaupun aku tahu kalian pasti bisa menutupi perasaan itu, tapi aku benar-benar bingung buat milih diantara kalian.”
“Kalian tenang aja, aku nggak nyuruh kalian buang perasaan kalian sama aku kok. Kalian masih punya hak buat itu, dan aku nggak berhak nyuruh kalian membuangnya begitu saja hanya karena aku nggak bisa milih kalian. Aku harap kalian masih mau berteman sama aku, karena aku masih membutuhkan kalian sebagai temanku.” Aku mencoba menjelaskan sebaik mungkin pada mereka sebisa ku. “ Maafin aku, aku benar-benar minta maaf.”
“Oke Ca, kita terima keputusan kamu.” Erlangga akhirnya berkata setelah cukup lama terdiam dan setela dia dan Kurniawan saling pandang.
“Iya Ca, kita benar-benar hormati keputusan kamu.” Sambung Kurniawan.
“Terimakasih. Terimakasih banyak.”
“Iya Ca, sama-sama.” Jawab keduanya serempak.

The End