KISAH
SUCI
Langit sore yang cerah
serta kicauan burung yang kembali kesarangnya, menggoda ku untuk pergi keluar
rumah menghirup udara segar. Deburan ombak dipantai menyentuh bibir pantai
seakan mengajakku berlari bersamanya. Kulangkahkan kakiku menuju pantai, ku
telusuri tepian pantai yang panjang. Setelah lelah berjalan, aku duduk diatas
pasir putih sambil melihat matahari senja yang akan segera kembali
keparuduannya dan siap untuk diganti rembulan yang cantik.
Kuedarkan pandanganku
ke sekelilingku, sampai akhirnya pandanganku terhenti pada sosok pria yang
berdiri disebuah pelataran rumah yang tidak jauh dariku. Sinar senja yang indah
membuatnya terlihat sangat tampan. Sungguh makhluk ciptaan Allah yang sangat
indah.
Akhirnya, dia menyadari
bahwa dia sedang diperhatikan. Dia memandangku dan tersenyum dengan manis,
terlihat ketulusan dari senyum itu. Ku balas senyum itu dengantulus. Tanpa
terasa, matahari telah tenggelam dan hari pun sudah mulai gelap, aku akhirnya
kembali kerumah dengan terus mengagumi sosok itu.
***
Aku terbangun saat
mendengar azan subuh berkumandang. Kulangkahkan kaki ku keluar untuk mengambil
wudhu. Setelah selesai shalat aku putuskan untuk jalan-jalan keluar menghirup
udara pagi yang segar, ketika sampai dipantai aku mencoba mencari sosok pria
yang aku temui kemarin dan aku tidak menemukannya. Ada sedikit rasa kecewa
dalam hatiku karena tidak menemukannya pagi ini.
***
Sore harinya, aku pergi
lagi kepantai. Tiba-tiba ada sebuah suara mengagetkanku.
“Senja yang indah ya?”
“Iya” Aku menjawab
sambil menoleh kearahnya.
“Boleh tahu namanya
siapa?”
“Boleh, aku Suci.”
Kataku sambil mengulurkan tanganku padanya.
“Aku Ditya” Jawabnya
sambil menjabat tanganku.
Perkenalan aku dan dia
disaksikan senja yang indah dipantai ini.
***
Dari hari ke hari, aku
dan Ditya semakin dekat. Selain sering bertemu dipantai, kami juga terkadang
berkomunikasi melalui handphone.
Ditya memiliki seorang
sepupu laki-laki bernama Rio. Ternyata Ditya kekota ini hanya untuk sesekali
disaat dia libur sekolah, karena jarak kotanya dan kota ini hanya menempuh
waktu 3 jam. Dan Ditya disini tingga dirumah sepupunya bersama tante dan omnya.
Aku semakin mengenalnya
sebagai pribadi yang baik, ramah, dan perhatian. Aku juga mengetahui bahwa dia
memiliki akidah yang berbeda denganku. Aku sama sekali tidak mempermasalahkan
perbedaan itu, menurutku agama tidak melarang untuk salimg mengenal dan
berteman.
Ditya memiliki sifat
yang sedikit manja, mungkin karena dia adalah seorang anak tunggal
dikeluarganya. Disaat kami dipantai, terkadang dia bermain bersama anak-anak
kecil yang juga sedang bermain dipantai.
***
Disuatu senja ku dan
dia duduk dipantai, menikmati senja sembari melihat anak-anak yang mandi ditepi
pantai. Tiba-tiba dia mengungkapkan perasaannya padaku.
“Ci, aku menyukaimu. Dari
awal aku mengenalmu aku sudah menyukaimu. Kamu maukan jadi pacar ku?”
Aku terdiam cukup lama,
memikirkan perkataannya tadi. Aku masih terus berfikir sambil melihat kearah
anak-anak yang sedang bermain dipantai. Aku menarik nafas cukup panjang hingga
akhirnya aku putuskan untuk menjawab pertanyaannya dengan sebuah anggukan
pertanda aku menerimanya.
Dia sangat senang
dengan jawabanku. Dia tertawa dan berteriak sambil berlari menuju anak-anak
yang sedang bermain dibibir pantai. Aku hanya tertawa melihat tingkahlakunya
yang sedikit kekanak-kanakan. Tapi aku menganggap itu adalah hal yang wajar
sebagai pelampiasan emosi bahagianya.
Kami menghabiskan waktu
senja dengan bermain bersama anak-anak kecil yang juga sedang bermain disitu, sampai
matari tenggelam dan langit pun gelap, hanya ada bias-bias cahaya matahari yang
telah tenggelam menghiasi langit sore.
***
Aku dan Ditya masih terus melihat senja
dipantai selama kami pacaran. Sekarang setiap akhir pekan, Ditya selalu pergi mengunjungiku.
Tidak pernah sekalipun dia tidak datang kekota ini, menemani ku melihat senja
di pantai. Selama dia di kotanya pun, tidak pernah kami berhenti berkomunikasi,
setidaknya untuk saling menanyakan kabar. Ketika dia berada di kota tempat ku
tinggal, sesekali dia berkunjung kerumah ku. Sebenarnya hubungan kami bisa
terbilang hubungan backstreet, karena tidak ada orang yang tahu tentang
hubungan ini selain sepupunya.
Hubungan kami berjalan
dengan bahagia. Sudah sebulan lebih aku dan dia menjalani hubungan ini. Aku dan
dia tidak pernah terganggu dengan agama kami yang berbeda, aku dan dia tetap
menjalankan aktivitas keagamaan kami tanpa harus saling mengganggu, bahkan dia
pernah berkata bahwa jika aku dan dia menikah, dia rela pindah akidah. Aku
sangat senang dengan perkataannya itu. Aku sangat berharap hubungan ini akan
berjalan dengan baik bahkan sampai ke jenjang yang lebih serius. Karena
menurutku dia adalah calon pasangan yang baik, selain dia baik, dia juga baik,
dan selama ini aku belum menemukan atau merasakan kesalahan fatal darinya.
Aku merasa dia sangat
menyayangiku begitupun aku. Sehingga aku sama sekali tidak pernah berfikir
bahwa dia akan meninggalkan apalagi dengan cara yang tidak baik. Tapi ternyata
apa yang aku fikirkan tidak sesuai dengan apa yang terjadi.
Dering hp ku berbunyi,
ada sms masuk. Aku ambil hp ku yang berada diatas meja belajarku dan ku lihat
dilayar hp ternyata namanya yang terlihat, menandakan bahwa sms tersebut dari
dirinya. Ku buka sms tersebut dengan perasaan bahagia karena sudah hampir
seminggu ini dia tidak ada menghubungiku.
Saat kubuka sms
darinya, betapa terkejutnya aku karena sms tersebut dari seorang cewe yang
mengaku pacar Ditya. Dia menanyakan apa hubunganku dan Ditya sebenarnya dan dia
juga memintaku menjahui Ditya. Aku sangat-sangat syok membaca sms itu, orang
yang selama ini aku percaya dan sayangi ternyata sanggup untuk membohongiku.
Aku masih belum percaya dengan sms itu, akhirnya aku tanyakan mengenai hal itu
pada Rio. Awalnya dia selalu mengelak dan berkata bahwa itu tidak benar, tapi
karena aku terus memaksa akhirnya dia mengatakan bahwa itu semua benar. Ditya
mempunyai pacar lain di kota tempatnya tinggal. Cewe itu bernama Risa, dia satu
sekolah dengan Ditya. Dan hubungan mereka sudah cukup lama bahkan sebelum Ditya
menjalin hubungan denganku. Aku benar-benar terkejut, bagaimana bisa aku tidak
menyadari hal itu, bagaimana bisa dia tega menjadikan aku selingkuhannya.
Akhirnya aku putuskan pulang kerumah dalam keadaan hati yang hancur. Tapi
sebelum aku benar-benar beranjak dari tempatku duduk bersama Rio, dia berkata
bahwa Ditya benar-benar menyayangiku dan tidak bermaksud menyakitiku. Aku sama
sekali tidak perduli dengan perkataan itu, hati terlanjur merasa sakit karena
apa yang kuyakini selama ini ternyata salah.
***
Hari sabtu sore Ditya
sudah berada di kota tempat ku tinggal dan menemuiku dipantai, seperti
biasanya. Aku sama sekali tidak memperdulikan kedatangannya. Aku hanya diam
terpaku sambil terus menatap senja.
“Ci, apa kabar?”
“Baik”
“Maaf selama seminggu
ini aku tidak menghubungimu karena aku sangat sibuk. Banyak tugas sekolah yang
menumpuk.”
Aku hanya diam, tidak
menanggapi perkataannya. Aku tidak membutuhkan penjelasan itu, tapi yang aku
perlukan adalah penjelasan mengenai masalah kemarin. Apa dia tidak tahu atau
berpura-pura tidak tahu?
“Dit, aku mau kita
mengakhiri hubungan ini. Aku tidak suka dengan orang yang berbohong”
“Maksud kamu Ci? Aku
tidak mengerti.”
“Sudahlah Dit, kamu
tidak perlu terus-terus berbohong. Aku sudah tahu semuanya.”
Aku berkata sambil
menyerahkan hp ku padanya. Aku suruh dia membaca sms dari pacarnya kemarin. Aku
melihat ada ekspresi terkejut dari raut wajahnya.
“Apa ini Ci?”
“Tidak usah
berpura-pura tidak tahu Dit.”
Aku memalingkan wajahku
darinya. Menahan rasa kesalku padanya.
“Ci, aku bisa jelasin
semuanya. Ini tidak seperti yang kamu fikirkan.”
“Apa Dit? Tidak seperti
apa yang kufikirkan? Ya, memang tidak seperti apa yang kufikrkan. Orang yang
selama ini aku percaya dan ku sayangi dengan sepenuh hatiku ternyata tega berbuat
seperti ini padaku. Benar-benar tidak seperti apa yang kufikirkan.” Aku berkata
dan tanpa terasa air mata ku mulai jatuh membasahi pipiku.
“Ci, aku benar-benar
minta maaf. Aku tidak bermaksud untuk membohongimu dan melakukan semua ini. Aku
benar-benar sayang sama kamu dan aku sudah berniat memutuskan Risa.”
“Risa? Akhirnya kamu
menyebut namanya juga.” Aku mencoba tersenyum. Ku hapus air mataku yang sedari
tadi membasahi pipiku. Aku ambil hpku dari tangannya dan beranjak pergi.
“Ci, aku benar-benar sayang
sama kamu. Aku tidak pernah mau hubungan kita berakhir. Aku akan memutuskan
Risa.”
Aku menghentikan
langkahku dan berbalik menatapnya. Aku melihat penyesalan di wajahnya tapi aku
sudah benar-benar merasa sakit karena hal ini. Ini pertama kalinya aku benar-benar
mencintai seseorang dan ini juga pertama kalinya aku merasakan sakit hati yang
teramat sangat.
“Sudahlah Dit. Kamu
tidak perlu melakukan apapun. Cukup akhiri hubungan ini dan kembali pada Risa.
Dia adalah wanita yang tepat buatmu, bukan aku. Dan dia sangat menyayangimu.
Hari ini, ditempat yang sama dimana kita memulai hubungan ini, aku menganggap
hubungan ini sudah berakhir.”
Aku membalikan badanku
dan berjalan kembali. Air mataku pun kembali menetes. Dia hanya berdiri terpaku
menatap kepergianku tanpa mampu berkata sepatah katapun. Jujur, aku
sangat-sangat menyayanginya bahkan sampai saat ini. Dan karena rasa sayangku
itu, akhirnya aku benar-benar merasakan sakit seperti sekarang ini.
***
Karena hari sudah
beranjak malam, Ditya memutuskan menginap di rumah sepupunya dan besok baru dia
kembali. Keesokan harinya, dia kembali lagi membujukku dan mencoba mendapatkan
maafku. Dia mendatangi rumah yang kebetulan hanya ada aku dirumah saat itu.
Dia kembali menjelaskan
secara panjang lebar dan terus berusaha agar hubungan kami tidak berakhir. Aku
sama sekali tidak menanggapinya. Aku sudah terlanjur kesal dan merasa
tersakiti. Berkali-kali dia melakukan hal yang sama disertai kata maaf. Aku
berkata bahwa aku memaafkannya tapi kalau harus menjalankan hubungan kami, aku
benar-benar tidak bisa. Akhirnya dia menerima keputusanku dan kembali ke
kotanya.
Gerimis mulai jatuh ke
bumi membasahi tanah yang kering, seiring dengan kepulangan Ditya ke kota tempatnya
tinggal. Akupun tidak bisa menahan air mataku yang sudah terlanjur menetes
dipipiku. Ditya kembali kekotanya dengan membawa perasaanny disertai hujan yang
terus membasahi bumi.
***
“Apa? Ditya sakit?”
“Iya Ci. Ditya sakit.
Kemarin saat dia pulang dengan keadaan hujan, akhirnya dia jatuh sakit.”
“Kenapa kamu biarkan
dia pulang?”
“Aku sudah mencoba
menahannya tapi dia tetap mau pulang. Dia bilang tidak gunanya lagi dia disini.
Lagi pula masih banyak tugas sekolahnya yang belum dia selesaikan.”
“Sekarang bagaimana
keadaannya?”
“Kamu jangan khawatir
Ci. Penyakitnya tidak terlalu parah, hanya sedikit demam.”
“Baiklah, sampaikan
padanya agar cepat sembuh.”
Aku bingung, bagaimana
dia bisa tetap memaksa pulang disaat hari hujan. Apa dia tidak bisa menunggu
hujannya reda. Ah, sudahlah toh dia
hanya demam. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aku harus bisa menguasai
hatiku dan membuatnya berhenti memikirkannya.
Aku tidak dapat
melakukan apapun, sekuat tenaga aku mencoba melupakannya tapi dia semakin tidak
bisa kulupakan. Aku sangat-sangat mencemaskannya. Aku tidak dapat melakukan
apapun untuknya selain berdoa untuknya agar dia cepat sembuh dan selalu
dilindungi oleh tuhan.
Keesokan harinya, aku
mendengar dari Rio bahwa Ditya sudah sembuh, walaupun tubuhnya masih sedikit
lemah namun dia sudah mulai menjalani aktivitasnya seperti biasa lagi. Aku
merasa sedikit lega mendengar hal itu.
***
Diakhir pekan, Ditya
datang lagi ke kota ini. Dia mencoba menjalani lagi hubungan pertemanan dengan
ku, aku menerima niat baiknya dengan senang hati. Aku dan Ditya pun berteman
lagi seperti sebelumnya. Perlahan rasa benciku padanya sudah mulai hilang, aku
sudah bisa merasakan kebahagiaan yang sama lagi. Aku dengar darinya bahwa dia
sudah memutuskan Risa. Aku sedikit tidak perduli dengan kabar itu, menurutku
bagaimana hubungan dia dan Risa bukan lagi urusanku.
Malam ini, Ditya
mengajak ku pergi kesebuah festival. Aku pun pergi bersamanya. Kami
menghabiskan waktu bersama, bercanda dan bermain sampai akhirnya hujan turun
membasahi bumi. Kami pun mencari tempat berteduh dan menemukan rumah untuk
berteduh. Disana juga banyak orang-orang yang berteduh dari hujan seprti kami.
Ramainya orang berdesak-desakan untuk berteduh membuatku tidak sengaja dekat,
bahkan sangat dekat pada tubuhnya, hingga akhirnya dia benar-benar memelukku.
Ini pertama kalinya aku dipeluknya, berada sangat dekat dengannya. Bisa
merasakan detak jantungnya, jantungku pun berdetak dengan kencang.
Hujan pun perlahan
berhenti, sedikit demi sedikit orang-orang mulai keluar dari rumah kecil ini.
Aku dan dia pun keluar dan memutuskan untuk pulang kerumah karena kami rasa
hari sudah mulai larut.
Dia mengantarkan aku
pulang sampai kedepan pintu rumahku, mengucapkan selamat malam dan dia pun
berlalu dari hadapanku diiringi gerimis yang perlahan menghampiri bumi lagi.
***
Keesokan harinya, aku
dengar dia kembali kekotanya dikarenakan ada hal penting. Dia kembali dengan
gerimis yang terus turun membasahi bumi. Semakin siang hujan semakin deras dan
tidak berhenti hingga menjelang malam. Aku tidak bisa pergi kepantai untuk
melihat senja, karena hari ini matahari seolah enggan untuk menyinari bumi.
Aku menghabiskan hari
ku dengan terus memikirkannya. Aku selalu teringat akan kejadian tadi malam,
saat aku berada di pelukannya. Bagaimana dia melindungiku. Tuhan, haruskah
perasaan ini hadir lagi. Batinku bertanya dalam kebingunggan.
***
Sudah hampir sebulan
aku tidak mendengar kabar tentangnya dan dia pun tidak pernah datang lagi
kemari. Aku tidak bisa membohongi hatiku sendiri bahwa aku terus memikrkannya.
Akhirnya, aku putuskan untuk bertanya pada Rio.
“Yo, Ditya apa kabar?”
“Kamu tidak tahu Ci,
Ditya sakit. Sudah hampir sebulan ini.”
“Apa? Kenapa tidak ada
yang memberi tahu aku? Dia sakit karena apa?”
“Maaf, aku kira kamu
tahu kalau Ditya sakit. Aku baru saja pulang dari rumahnya. Seminggu yang lalu
aku kesana. Penyakitnya kambuh, kemarin dia pulang hujan-hujan, tubuhnya tidak
mampu menahan penyakitnya. Akhirnya dia jatuh sakit, awalnya hanya demam tapi
semakin hari demamnya tidak juga sembuh. Akhirnya dia dibawa kerumah sakit oleh
kedua orang tuanya dan dokter berkata bahwa penyakitnya kambuh. Aku pun tidak
tahu apa penyakitnya, hanya saja kelihatannya parah.”
Aku syok mendengar hal
itu, lagi-lagi air mataku jatuh membasahi pipiku. Aku terus menangis dan berdoa
untuk kesembuhannya.
Setiap hari, aku selalu
ingin tahu kabarnya. Aku selalu mencoba menelponnya tapi selalu tidak bisa, aku
pun selalu bertanya pada Rio mengenai kabarnya. Aku benar-benar cemas dan
khawatir, aku bingung bagaimana caranya agar aku bisa membantunya. Aku dengar
bahwa penyakitnya semakin parah dan dia harus dibawa ke rumah sakit yang lebih
canggih. Aku seakan tidak bisa berhenti menangis mendengarnya dan aku selalu
berdoa agar dia cepat sembuh.
***
Hp ku berbunyi, aku melihat
namanya tertera dilayar hpku. Aku senang melihatnya dan tidak sabar untuk
mengangkatnya, mendengar suaranya. Segera ku ambil hp ku dan ku tekan tombol
answer.
“Halo”
“Halo, ini Suci?” Suara
seorang wanita yang kira-kira berumur 30 an diseberang telpon, aku sedikit
terkejut mendengar suaranya.
“Iya, ini Suci. Maaf,
kalau boleh tahu ini siapa?”
“Ini Mamanya Ditya.
Suci, Ditya benar-benar sayang padamu. Selama dia sakit, dia selalu menyebut
namamu. Selama ini pun dia selalu bercerita pada tante tentangmu.”
“Iya tante, Suci tahu
dan Suci percaya kalau Ditya sayang pada Suci. Suci pun sayang padanya.”
“Kamu maafkan kesalahan
yang pernah dilakukan Ditya padamukan?”
“Iya tante, Suci sudah
memaafkannya dari dulu.”
“Syukurlah”
Diseberang telpon
terdengar suara teriakan orang kesakitan dan aku sangat yakin bahwa itu suara
Ditya, aku sangat mengenal suaranya. Kepanikan dan kecemasan lagi-lagi
menyerangku. Aku lagi-lagi menangis, aku benar-benar sedih mendengar suaranya.
Suaranya benar-benar seperti orang yang sakit teramat sangat, aku idak sanggup
untuk mendengarnya.
“Tante, itu suara
Dityakan?”
“.....” Tidak ada
jawaban, hanya suara tangisan dan suara teriakannya yang semakin kuat dan
semakin menggambarkan kesakitan yang aku dengar.
“Tante, tolong jawab
Suci” Aku terus bertanya sambil menangis.
“Iya Suci, itu suara
Ditya. Dia mempunyai penyakit yang sangat parah dan dokter memvonisnya tidak
akan bisa bertahan lama.”
“Apa tante? Tante
bercandakan, selama ini Ditya terlihat baik-baik saja?”
“Iya, dia memang selalu
terlihat sehat. Apalagi setelah dia mengenalmu, dia benar-benar punya semangat
hidup dan selalu terlihat ceria.”
‘Sebenarnya Ditya sakit
apa tante?”
“Kamu tidak perlu tahu
dia sakit apa. Yang kamu harus tahu hanya Ditya menyayangimu, dia tidak pernah
berniat menyakitimu. Ditya mengirimkan barang-barang kesayangannya padamu. Kamu
harus menerima barang-barang itu.”
“Iya Tante”
Kami berdua larut dalam
tangisan kami masing-masing sampai akhirnya lagi-lagi aku mendengar teriakan
Ditya lagi bahkan lebih keras dari sebelumnya, dan mamanya pun menjerit. Hingga
sambungan telponpun terputus tanpa kata-kata. Aku panik, aku coba menghybungi
nomor itu lagi tapi tidak bisa. Aku menangis sejadi-jadinya. Aku masih terus
berusaha menghubungi kembali nomornya tapi masih selalu tidak bisa. Semalaman
aku menangis dan hujanpun perlahan turun seoalah tahu akan perasaanku.
***
Keesokan harinya aku
terbangun dan aku mencoba menghubungi nomornya kembali tapi tetap tidak bisa.
Aku putuskan untuk bertanya pada Rio, mungkin dia tahu sesuatu. Setelah mandi
dan berganti pakaian, aku pergi kerumah Rio tapi rumahnya tertutup, tidak ada
satu orangpun disana. Aku semakin panik, aku bingung apa yang harus aku lakukan
sekarang. Aku putuskan kembali kerumah. Aku terus memegang hp ku, aku berharap
ada yang menelponku dan memberi kabar padaku mengenai keadaan Ditya. Tapi
sampai hari malampun, aku tidak menerima telpon dari siapapun.
Kira-kira jam 8 malam,
hp ku berbunyi. Dan itu nomor Ditya. Segera ku angkat telpon itu.
“Halo”
“...” Aku tidak mendengar
suara orang menjawab, hanya saja aku seoalah mendengar suara orang-orang
menangis.
“Halo, tante?”
“Halo Suci. Iya, ini
Tante. Kamu sudah dapat kiriman Ditya?”
“Belum Tan.”
“Kemana barang-barang
itu, Ditya sudah cukup lama mengirimnya.”
“Suci pun tidak tahu
tante. Tante, bagaimana keadaan Ditya? Dia baik-baik sajakan?”
“Ditya...”
“Ditya kenapa tante?”
“Ditya...... Dia sudah
meninggal Suci, Dia meninggalkan kita semua. Semalam waktu hubungan telpon
terputus, saat itu Ditya benar-benar sekarat. Dia bahkan sempat muntah darah.
Hanya saja mulutnya tidak berhenti menyebut namamu.” Mamanya berkata sambil
menangis.
“Tidak mungkin tante.
Ditya tidak mungkin ninggalin aku. Aku belum jawab pertanyaan dia, dia harus dengar kalau aku sayang sam dia
tante.” Aku berbicara sambil menangis dengan luka yang teramat dalam.
Sekarang aku
benar-benar kehilangannya, sekarang aku merasakan luka yang teramat sangat
melebihi saat aku mengetahui dia membohongiku. Aku benar-benar menangis
semalaman, ditemani hujan yang turun dengan deras memecah keheningan malam.
***
Pemakaman Ditya
dilakukan dengan baik di kotanya, jauh dariku. Aku hanya dapat berdoa dari
rumahku. Gerimis di pagi hari pun mengiringi kepergian Ditya untuk selamanya.
Sebulan kemudian Papa
dan Mama Ditya mengunjungi rumah Rio dan Mamanya juga pergi menemuiku. Dia
memberikan ku sebuah sweeter, sweeter berwarna merah yang terlihat masih baru.
Aku menerima sweeter itu dengan perasaan bingung. Ternyata, itu adalah sweeter
Ditya, sweeter yang belum lama di belinya dan sweeter itu juga adalah sweeter
kesayangannya. Aku memegang sweeter itu dan tanpa disadari air mataku menetes
dipipiku.
Aku pergi ke pantai
untuk melihat senja, setelah beberapa hari aku tidak melihat senja. Aku kenakan
sweeter pemberian itu.
“Aku melihat senja lagi
disini Dit, tempat dimana kita pertama kali bertemu, pertama kali hubungan kita
berawal dan ditempat ini juga, aku akan melepaskanmu pergi. Pergilah dengan
tenang Dit, aku menyayangimu, terimakasih atas apa yang telah kau berikan
padaku selama ini. Namamu akan selalu ku kenang selamanya. Dan tempat ini akan
menjadi saksi kenangan kita, selamanya....”
The End