SEJARAH, TOKOH, DAN PEMIKIRAN ALIRAN AL-KHAWARIJ
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Kisah riuh-rendah bunyi genderang peperangan pada masa-masa
kekhalifahan ketiga dan keempat tidak hanya mempunyai implikasi politik yang
tajam, tapi meningkat kepada persoalan-persoalan teologis, yang kemudian
melahirkan empat aliran besar, yaitu al-Khawarij, al-Murjiah, al-Mu’tazilah dan
Syi’ah. Disamping itu faktor sosiologis juga berperan dalam memperuncing polarisasi tersebut. Keempat aliran ini
merupakan “siklus reaksi-aksi dan reaksi”.
Aliran al-Khawarij adalah reaksi terhadap Perang Shiffin (Juli 657
Masehi) yang melibatkan kelompok khalifah al-Khulafa-ur-Rasyidin ke-4 Ali bin
Abi Thalib dan gubernur Damskus Mua’wiyah bin Abi Sufyan. Dalam upaya
mengakhiri perang, keduanya bersepakat menyelesaikannya dengan cara tahkim
(arbitrase). Hasil arbitrase tersebut telah dinilai menyimpang dari Islam dan
mendorong munculnya pemikiran kaum al-Khawarij. Inti pemikiran tersebut adalah
baik golongan Ali maupun Mu’awiyah telah menyimpang dari Islam dan karena itu
tidak berhak menyatakan diri sebagai bagian dari kaum muslim alias kafir.
Konsekuensinya secara legal, darah kedua tokoh tersebut halal dirumpahkan.
Makalah ini akan membahas lebih jauh tentang sejarah, tokoh dan
pemikiran aliran al-Khawarij tersebut untuk memahami salah satu aliran teologi
atau aliran ilmi kalam.
1.2
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
sejarah pertumbuhan al-Khawarij?
2.
Apa
saja sub sekte dalam aliran al-Khawarij?
3.
Siapa
saja tokoh aliran al-Khawarij?
4.
Bagaimana
pemikiran al-Khawarij?
1.3
Tujuan
Untuk
mengenal lebih dekat perdebatan aliran-aliran teologi di dalam islam khususnya
aliran al-Khawarij, yang selalu menjadi salah satu acuan perkembangan pemikiran
Islam kontemporer. Dan mengetahui sejarah dan sub sekte, ajarah, serta tokoh
aliran al-Khawarij.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Pertumbuhan Al-Khawarij
Peristiwa perang
Shiffin antara pengikut Ali dengan kelompok oposisi Muawiyah telah menggeser
persoalan politik menjadi persoalan teologi. Ketika pertahanan Muawiyah mulai
terdesak akibat gempuran pasukan Ali, pihak Muawiyah secara sepihak meminta
gencatan senjata (cease fire) dengan cara mengangkat Al-Quran dan memawarkan
tahkim (arbitrase). Permintaan ini membuat kubu pasukan Ali retak antara
kelompok yang setuju dan kelompok yang tak setuju. Namun akhirnya Ali dengan
segala keikhlasan dan kejujurannya menyetujui arbitrase, yang merupakan siasat
licik pihak lawannya untuk menjatuhkannya. Sikap ini membuat kelompok yang tak
setuju keluar dari barisan Ali dan kemudian disebut sebagai kelompok al-Khawarij.
Mereka menuduh Ali tidak menelesaikan masalah berdasarkan hukum Allah yang
terdapat di dalam Al-Quran. Karena itu Ali dicap sebagai kafir, sesuai dengan
ayat Al-Quran, Surah al-Midah (5): 44:
وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَ اَنْزَلَ اللَّهُ فَأوَلَءِكَ هُمُ الْكَا
فِرُونَ
Dan dari ayat
inilah mereka menggunakan semboyan لاَ حُكْمُ إلاَّ اللَّهُ (tiada hukum kecuali
dari Allah).
Nama al-Khawarij
berasal dari kata kharaja yang berarti keluar. Nama ini diletakkan pihak
lain kepada mereka karena mereka keluar dari pasukan Ali. Nama lain Huraryiah
dari kata Harura, sebuah tempat di dekat Kufah, Irak. Di sini berkumpul
sebanyak 12.000 orang, yang memisahkan diri dari Ali dan mengangkat Abdullah
bin Wahab ar-Rasyidi sebagai pemimpin mereka. Ali berusaha membujuk mereka
kembali bergabung. Mereka menolak kecuali Ali mengakui bahwa ia telah kafir dan
segera harus bertaubat serta membatalkan tahkim.
Sedangkan nama
al-Khawarij, menurut versi merek sendiri berasal dari Surah an-Nisa (4) ayat
100:
وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَا جِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ
Siapa yang
keluar dari rumahnya untuk hijrah kepada Allah dan Rasul-Nya.
Ayat ini menjelaskan bahwa mereka keluar dari tempat asal mereka
demi mengabdikan diri kepada Tuhan dan Rasul-Nya. Sebutan lain yang mereka
pergunakan adalah sebagai شراة (para penjual). Artinya, mereka menjual atau mengorbankan diri
mereka untuk mendapatkan ridha Allah, seperti terdapat dalam Surah Al-Baqarah
(2) ayat 207:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاةِ اللَّه
واللَّهُ رَءُ فٌ بِا لعِبَادِ
Dalam persoalan
pemilihan khalifah, kaum al-Khawarij berpendapat bahwa khalifah haruslah
dipilih secara bebas oleh umat Islam. Jabatan khalifah tidak hanya dimiliki
suku Quraisy, bukan orang arab, tetapi seorang budak pun boleh dipilih.
Khalifah yang dipilih haruslah Islam, bersikap adil dan melaksanakan syariat
Islam. Bila menyimpang, darahnya dihalalkan untuk dibunuh.
Sikap pemilihan
bebas tersebut mencerminkan kedemokrasian kaum al-Khawarij, yang sangat
bertentangan dengan sikap suku Quraisy yang sangat elitis ketika itu. Pada
umumnya, pengikut kaum al-Khawarij berasal dari kaum Badawi yang berdiam di
padang pasir yang gersang. Mereka hidup secara nomaden sehingga membuat mereka
hidup dalam kesederhanaan, miskin, tidak terpelajar, keras hati, berani, dan
merdeka. Sikap demokrasi ini sesuai nilai tradisi “tribal democracy”
masyarakat Badawi.
Namun,
perkembangan kaum al-Khawarij selanjutnya menjadi suatu kelompok yang ekstrem
dan ekslusif sebagai reaksi mempertahankan nilai-nilai Badawi yang semakin
teralinasi akibat tekanan politik. Hal ini terlihat pada legitimasi
doktrin-doktrin teologis yang bersumber dari ayat-ayat Al-Quran, yang diambil
secara lahiriah sebagai pencerminan sikap Badawi. Mereka mengakui kekhalifahan
pertama dan kedua, dan menolak tahun ketujuh kekhalifahan Utsman dan
kekhalifahan Ali setelah setelah arbitrase karena dianggap menyeleweng dari
ajaran Islam. Termasuk mereka yang terlibat dalam arbitrase. Mereka yang
keluarganya menjadi korban dalam perang Nahrawan, 17 Juli 658. Lebih lanjut
perkembangan term kafir meningkat menjadi term musyrik sesuai dengan
perkembangan kelompok al-Khawarij.
2.2 Sub-Sub Sekte dalam Al-Khawarij
Perkembangan term
kafir telah menyebabkan terjadinya perpecahan dalam tubuh al-Khawarij. Ada yang
menyebutkan mereka terpecah ke dalam 18 sub sekte. Ada pula yang berpendapat 20
bahkan lebih dari jumlah tersebut. Dan dalam perjalanan sejarahnya, hanya beberapa
sub sekte yang dianggap besar dan mewakili sub sekte yang lebih kecil. Antara
lain, al-Muhakkimah, al-Azariqah, al-Najdat, al-‘Ajaridah, al-Sufriyah, dan
al-Ibadiyah.
1.
Al-Muhakkimah
Kata al-Muhakkimah diambil dari semboyan mereka لاَ حُكْمُ إِلاَّاللَّهُ. Mereka disebut juga salaf al-Khawarij
(pengikut al-Khawarij pertama). Mereka berpendapat bahwa Ali, Muawiyah, Amr bin
al-Ash, Abu Musa al-Asy’ari, dan orang-orang yang membenarkan arbitrase
dianggap bersalah dan menjadi kafir. Hukum kafir dikembangkan lagi dengan
memasukkan orang yang berdosa besar. Berzina, mencuri, membunuh, dan pelaku
dosa besar lainnya dihukumi kafir.
2.
Al-Azariqah
Sub sekte ini merupakan kelompok yang paling ekstrem di antara
kelompok lainnya. Nama ini diambil dari pemimpinnya sendiri yang bernama, Nafi
bin al-Azraq. Pengikut barisan ini cukup
besar dengan kekuatan 20.000 orang. Secara politis mereka menguasai daerah
perbatasan Irak dengan Iran.
Keekstreman ajaran mereka terletak pada perluasan term kafir
menjadi musyrik. Syirik adalah dosa terbesar dalam ajaran Islam. Prinsip ajaran
mereka sebagai berikut.
a.
Orang
Islam menjadi musyrik bila melakukan dosa besar, tidak sepaham dengan mereka
atau setengah-setengah karena tidak mau berhijrah dan berpengan.
b.
Orang
musyrik halal dibunuh dan mereka sekeluarga kekal dalam neraka.
c.
Wanita
dan anak-anak yang tak sekelompok juga halal dibunuh.
d.
Pencuri
dihukum potong tangan.
e.
Praktik
taqiyah (menyembunyikan sikap) dilarang baik lisan dan perbuatan.
f.
Hukum
rajam tidak diterapkan kepada pezina karena hukum tersebut tidak tercantum
dalam Al-Quran.
g.
Orang
yang berbeda paham termasuk daral-harbdan dihalalkan untuk dibunuh. Bagi
yang menolak ikut peperangan dianggap berdosa dan boleh dibunuh.
3.
Al-Najdat
Sebenarnya kelompok ini merupakan persekutuan dari kelompok yang
ingin bergabung dan kelompok yang memisahkan diri dengan al-Azariqah. Pemisahan
diri ini disebabkan karena mereka tidak sependapat dalam memusyrikan
orang-orang yang tidak mau berhijrah dan menghalalkn darah anak-anak dan istri
orang Islam yang tidak sepaham. Tokoh kelompok ini bernama, Abu Fudaik dan
teman-temannya, berhasil membujuk Najdat yang bergabung dengan al-Azariqah dan
kemudian ia menjadi imam kelompok ini.
Pokok-pokok ajaran
mereka sebagai berikut.
a.
Orang
yang berbuat dosa besar menjadi kafir dan kekal dalam neraka bila tak sepaham
dengan golongannya. Sebaliknya, golongannya yang berbuat dosa besar tetap masuk
surga meski melalui siksaan tetapi tidak masuk neraka.
b.
Dosa
kecil dapat menjadi besar bila sudah terbiasa dan ia termasuk musyrik.
c.
Diperbolehkan
taqiyah untuk menjaga keselamatan diri.
d.
Ahlu
Zimmah yang berdiam dengan musuh kelompok
al-Najdat halal dibunuh.
e.
Yang
menolak ikut berhijrah dan berperang tidak dicap kafir.
f.
Kewajiban
setiap muslim (al-Najdat) untuk mengetahui Allah dan Rasul-Nya, mengetahui
pengharaman pembunuhan terhadap muslim dan percaya kepada segala wahyu Tuhan
yang diturunkan kepada Rasul-Nya. Orang yang tak mengetahui takkan diampuni
kesalahannya. Mengerjakan perbuatan yang haram tanpa pengetahuan dapat dimaafkan.
Kelompok
ini pada akhirnya mengalami perpecahan karena Najdat dianggap tidak konsisten
terhadap ajaran kelompok sehingga menyebabkan ia terbunuh.
4.
Al-‘Ajaridah
Kelompok ini adalah pengikut Abdul Karim bin Ajrad, teman Atiah
al-Hanafi, tokoh yang mengasingkan diri dari al-Najdat. Kelompok ini dikafirkan
oleh umat Islam karena penolakan mereka atas Surah Yusuf dengan alasan berbau
seks dan tak pantas. Pokok ajaran mereka sebagai berikut.
a.
Harta
boleh dijadikan rampasan hanya dari orang yang terbunuh dan boleh membunuh
musuh.
b.
Anak-anak
orang musyrik tidak otomatis menjadi musyrik.
c.
Hijrah
bukanlah merupakan kewajiban tapi kebajikan.
5.
Al-Sufriyah
Kelompok ini dipimpin oleh Zaid bin al-Asfar. Pemikiran kelompok
ini dekat dengan al-Azariqah yang beraliran ekstrem. Namun mereka tidak
seekstrem al-Azariqah seperti terlihat dalam pokok ajaran mereka.
a.
Yang
tidak berhijrah tidak dicap kafir.
b.
Mereka
tidak berpendapat anak-anak kaum musyrik boleh dibunuh.
c.
Tidak
semua yang berbuat dosa besar menjadi musyrik. Dosa besar ada dua dan
masing-masing mempunyai sanksi dunia dan akhirat. Sanksi dunia seperti berzina
dianggap tidak kafir. Sedangkan sanksi akhirat, seperti tidak shalat dianggap
kafir.
d.
Daerah
yang tidak sepaham bukan dianggap sebagai dar al-harb tapi terbatas pada
pertahanan pemerintahan. Anak-anak dan wanita tidak boleh dijadikan tawanan.
e.
Kafir
terbagi dua, yaitu kafir mengingkari rahmat Tuhan dan kafir mengingkari Tuhan.
Term kafir di sini berarti tidak selalu berarti keluar dari Islam.
f.
Taqiyah
diperbolehkan secara lisan bukan secara perbuatan.
g.
Wanita
Islam diperbolehkan kawin dengan pria kafir di daerah bukan Islam.
6.
Al-Ibadiyah
Kelompok ini dianggap kelompok yang paling moderat di antara
kelompok lainnya. Namanya berasal dari Abdullah bin Ibad, yang memisahkan diri dari
al-Azariqah. Paham mereka seperti berikut.
a.
Orang
yang tak sepaham dengan mereka disebut kafir nikmat, bukan mukmin dan bukan
pula musyrik. Darah orang kafir nikmat haram untuk ditumpahkan dan daerahnya
disebut dar al-tauhid. Daerah perang terbatas pada barak militer
pemerintah.
b.
Berbuat
dosa besar disebut muwahhid (orang yang mengesakan Tuhan), tapi tidak
mukmin, ia kafir nikmat dan bukan kafir millah. Kata lain dosa besar
tidak membuat orang keluar dari Islam.
c.
Kesaksian
orang kafir nikmat dapat diterima, perkwinan, dan melaksanakan warisan
diperbolehkan.
d.
Yang
boleh dirampas dalam peperangan hanyalah kuda dan senjata, sedang emas dan
perak harus dikembalikan kepada pemiliknya.
e.
Mereka
tidak memperbolehkan merokok, mendengar musik, pertandingan, kemewahan, dan
hidup membujang.
Sikap moderat ajaran ini membuat tetap bertahan dan hidup sampai
sekarang, terutama di Oman, Jazirah
Arabia, Afrika Utara, dan banyak di tempat lain. Sementara golongan radikal
telah hilang dalam pelukan sejarah. Namun demikian, pengaruh pemikiran mereka
masih tetap ada sampai masa kini.
2.3 Tokoh-Tokoh Khawarij
Tokoh-tokoh
al-Khawarij adalah ketua dari sub-sub sekte yang terdapat dalam aliran
al-Khawarij. Diantaranya.
1. Abdullah ibn Wahhab
Al-Rasyibi pemimpin sekte Al-Muhakkimat. Beliau adalah tokoh utama dari 12.000
orang yang keluar dari barisan Ali r.a. dan menjadikan Haruriah sebagai basis
pergerakan. Di desa itu, Abdullah bersama kroninya mendirikan “khilafah baru”
dengan pemimpinnya Abdulllah sendiri.
2. Nafi’ ibn al-Azraq
merupakan salah seorang pengikut sekte Muhakkimah yang tersisa dalam peperangan
di Nahrawan. Bersama kroni-kroninya, ia kembali menyebarkan paham khawarij
dengan berganti baju Al-Azariqah
3. Najdah ibn Amir al-Hanafi,
pemimpin sekte al-Najd, merupakan koalisi dari beberapa tokoh Khawarij –seperti
Abu Fudaik, Rasyid Al-Tawil, Atiah Al-Hanafi, dan Najdah sendiri– akibat
kekecewaan terhadap kepemimpinan Nafi’ Al-Azraq.
4.
Abdullah
bin Ibad, yang memisahkan diri dari al-Azariqah.
5. Zaid bin
al-Asfar, pemimpin sekte Al-Sufriyah yang memiliki pemikiran yang kurang
ekstrem bila di banding dengan al-Azariqah.
6. Abdul Karim
bin Ajrad, pemimpin sekte al-‘Ajaridah, teman Atiah al-Hanafi, tokoh yang
mengasingkan diri dari al-Najdat.
Selain beberapa
tokoh ini, masih terdapat tokoh-tokoh lain yang menjadi pemimpin sub-sub sekte
kecil atau pun sub-sub sekte besar lainnya.
2.4 Pemikiran Aliran Khawarij
Diantara
pemikiran-pemikiran pokok al-Khawarij adalah sebagai berikut.
1.
Khalifah
atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam.
2.
Khalifah
tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang muslim
berhak menjadi khalifah apabila sudah memiliki syarat.
3.
Khalifah
dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan menjalankan
syariat Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan kezaliman.
4.
Khalifah
sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah, tetapi setelah tahun
ketujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman r.a. dianggap telah menyeleweng.
5.
Khalifah
Ali adalah sah tetapi setelah terjadi arbitrase (tahkim), ia dianggap telah
menyeleweng dan telah menjadi kafir.
6.
Pasukan
Perang Jamal yang melawan Ali juga kafir.
7.
Seseorang
yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus dibunuh. Yang
sangat anarkis (kacau) lagi, mereka menganggap bahwa seorang muslim dapat
menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah dianggap
kafir dengan risiko ia menanggung beban harus dilenyapkan pula.
8.
Setiap
muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau
bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (negara
musuh), sedangkan golongan mereka sendiri dianggap berada dalam dar al-Islam
(negara Islam).
9.
Seseorang
harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
10. Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik harus masuk
surga, sedangkan orang yang jahat harus masuk ke dalam neraka).
11. Amar ma’aruf nahi munkar.
12. Memalingkan ayat-ayat Al-Quran yang tampak mutasabihat
(samar).
13. Quran adalah makhluk.
14. Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
·
Aliran
al-Khawarij adalah reaksi terhadap Perang Shiffin (Juli 657 Masehi) yang
melibatkan kelompok khalifah al-Khulafa-ur-Rasyidin ke-4 Ali bin Abi Thalib dan
gubernur Damskus Mua’wiyah bin Abi Sufyan. Dimana al-Khawarij merupakan
kelompok dari Ali yang tidak setuju dengan arbitrase dan memutuskan keluar dari
kelompok Ali.
·
Sub-sub
sekte dalam al-Khawarij antara lain, al-Muhakkimah, al-Azariqah, al-Najdat,
al-‘Ajaridah, al-Sufriyah, dan al-Ibadiyah. Dan masih banyak lagi sub-sub sekte
lainnya baik yang kecil maupub yang besar.
·
Tokoh-tokoh
al-Khawarij diantaranya Abdullah ibn Wahhab Al-Rasyibi, Nafi’ ibn al-Azraq, Najdah
ibn Amir al-Hanafi, Abdullah bin Ibad, Zaid bin al-Asfar, Abdul Karim bin
Ajrad, dan sebagainya.
·
Pemikiran
kaum Khawarij dapat dikategorikan dalam tiga kategori: politik, teologi, dan
sosial. Bila pemikiran teologi-sosial ini benar-benar merupakan pemikiran
Khawarij, dapat diprediksikan bahwa kelompok Khawarij pada dasarnya merupakan
orang-orang baik. Hanya saja, keberadaan mereka sebagai kelompok minoritas
penganut garis keras, yang aspirasinya dikucilkan dan diabaikan penguasa,
ditambah oleh pola pikirnya yang simplistis, telah menjadikan mereka bersikap
ekstrim.
3.2 Saran
Makalah ini
membahas sedikit mengenai aliran Khawarij, untuk lebih memahami lebih jauh
tentang aliran-aliran ilmu kalam lain atau lebih khususnya al-Khawarij dapat
dipelajari lebih lanjut didalam buku-buku mengenai ilmu kalam dan
aliran-alirannya atau bahkan dapat diakses di internet.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rozak & Rosihon Anwar. 2010. Ilmu Kalam. Bandung:
CV Pustaka Setia.
M. Amin Nurdin & Afifi Fauzi Abbas. 2012. Sejarah Pemikiran
Islam: Teologi-Ilmu Kalam. Jakarta: Amzah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar