Rabu, 21 Desember 2011

Cerpen Ibu


Ibu, sebuah kata yang asing bagiku

“Sisi, apa yang kamu fikir kan? Kenapa kamu belum tidur sudah selarut ini?” Kata Kepala panti asuhan tempat ku tinggal ketika melihat ku berdiri di samping jendela kamar menatap keluar. Menerawang jauh dikegelapan malam, seolah mencari sosok yang selama ini hilang dari hidupku. Aku tahu bahwa sekarang sudah menunjukkkan pukul 00.00, anak panti yang lain pasti sudah terlelap dengan mimpi-mimpi indahnya. Tapi aku, aku tidak bisa memejamkan mata malam ini setelah apa yang ku dengar tadi sore.
“Sisi, ada sepasang suami istri yang akan mengadopsimu.” Kata Kepala panti padaku. “Ayo berkemas, besok mereka akan menjemputmu”. Aku tidak tahu harus merasa senang atau sedih, sudah hampir 17 tahun aku tinggal dipanti ini dan aku tidak pernah berfikir sekalipun bahwa akan ada orang tua yang akan mengadopsiku, membawaku keluar dari panti ini. Lingkungan yang selama ini seolah menjadi duniaku, lingkungan yang membesarkanku dan mengajariku banyak hal tentang kehidupan.
Pasalnya, aku melihat sesuatu yang berbeda dari calon ibuku itu. Dia selalu menatapku dengan tatapan yang berbeda, tatapan yang tidak pernah aku rasakan sebelumnya. Bahkan tadi, saat dia melihatku, dia langsung memelukku dengan mata berkaca-kaca. Tapi saat aku mengatakan hal itu pada Kepala panti, dia hanya berkata bahwa itu hanya ungkapan perasaan senangnya karena dia akan memiliki seorang anak setelah beberapa tahu menikah tapi tidak memiliki seorang anak pun. Aku hanya mengangguk mendengarnya, walaupun aku masih merasakan kejanggalan.
***
Mata hari pagi bersinar cerah diupuk timur, kicauan burung seolah menyanyikan tentang pagi yang cerah. Dan aku, aku sibuk didalam kamar kecilku yang akan aku tinggalkan pagi ini. Tadi subuh, dikarenakan aku tidur terlalu larut, aku hampir saja tidak shalat subuh jika tidak dibangunkan oleh pengurus panti. Setelah shalat dan melantunkan beberapa ayat-ayat cinta dari Allah, aku langsung mandi dan segera berkemas. Biarpun kejadian ini masih membingungkan bagiku dan menimbulkan sedikit rasa sedih, tapi akupun tidak bisa menutupi rasa bahagiaku karena akan memiliki orang tua.
“Sisi, kamu sudah siap?” salah satu pengurus panti memasuki kamarku dan bertanya. Kemudian membantuku berkemas karena orang tua angkatku sudah datang.
“Kamu ini kenapa baru berkemas? Bukannya sudah diberi tahu sejak kemarin sore?”
“Maaf  Bu, mungkin aku terlalu senang, sehingga tidak terfikir sama sekali untuk berkemas.”
“Ya sudah, ayo cepat berkemasnya!”
Setelah selesai berkemas, aku keluar kamar menuju ruang tamu dimana orang tua angkatku menungguku bersama Kepala panti. Sebelum keluar, aku melihat ke sekeliling kamar, kamar yang selama ini menjadi tempat aku melakukan banyak hal. Aku sempat menitikkan air mata namun segera ku hapus dan secepat mungkin menuju ke luar.
“Sisi, kamu sudah siap?” Tanya Kepala panti padaku.
“Sudah Bu.” Aku menjawab sambil mengangguk dan mataku yang tidak pernah lepas dari kedua orang tua angkatku.
“Ini orang tuamu sudah menunggumu dari tadi. Mereka akan menjemputmu dan membawamu ketempat yang baru. Kamu jangan melakukan hal-hal yang tidak baik disana nanti, jadilah anak baik buat mereka. Jangan melupakan apa yang sudah diajarkan dipanti ini.” Kata Kepala panti padaku panjang lebar. Aku hanya mengangguk menjawab perkataannya.
“Ini Pak, Bu. Sisi sudah siap. Silahkan dibawa, terima kasih sudah mau menerimanya dikeluarga Bapak dan Ibu.”
“Iya Bu, sama-sama. Saya juga mengucapkan terima kasih karena sudah mengurus Sisi selama ini dan sekarang mengijinkan kami untuk mengadopsinya.” Kata suami dari pasangan suami isrti itu.
Aku hanya menyaksikan percakapan itu tanpa berkata sepatah katapun. Setelah mereka selesai berbicara, mereka membawaku keluar menuju mobil yang terpakir dihalaman panti. Setelah aku selesai bersalaman dan pamitan kepada semua penghuni panti, aku berjalan beriringan dengan mereka. Namun, langkahku terhenti disamping mobil dan menoleh kembali kebelakang. Ku lihat semua wajah orang-orang yang selama ini menemaniku dan berbagi denganku serta ku lihat papan yang bertuliskan “Panti Asuhan Sinar Ibu”, panti yang selama ini tempatku berlindung dan tempatku mendapatkan kasih sayang. Setelah puas melihat  untuk yang terakhir kalinya karena aku akan dibawa pergi keluar kota menuju rumah baruku dan akan tinggal bersama orang tua baruku, aku masuk kemobil dan ketika mobil mulai berjalan aku lambaikan tangan ku dengan tetesan air mata.
***
Perjalan terjauh yang pernah aku alami, aku tertidur karena lelah. Dan ketika sampai di kota yang dituju, aku terbangun. Suasana kota yang benar-benar berbeda dari tempatku sebelumnya dengan keindahan malam dan sorot lampu dimana-mana.
“Sisi, kamu suka kota ini?” Katanya sambil memandangku.
“Iya, aku menyukainya.” Jawabku sambil menoleh padanya dan kembali melihat keluar mobil.
Kota baru yang ku datangi benar-benar asing buatku. Disini saat malam pun orang-orang ramai berada diluar rumah dan masih menjalankan aktivitas masing-masing. Sedangkan di panti, mungkin karena pantiku berada di desa yang kecil dan tenang, aku jarang sekali menemukan keramaian seperti ini dimalam hari. Lampu-lampu jalan yang seolah menjadi hiasan kota, orang-orang yang berlalu lalang disertai kendaraan bermotor yang memenuhi jalan, dan gedung-gedung tinggi yang seolah-olah menyentuh langit.
Setelah menempuh perjalanan kira-kira 8-9 jam, akhirnya aku dan orang tua angkatku sampai dirumah. Rumah yang akan menjadi rumahku juga, tempat dimana aku akan melakukan banyak hal, mungkin sampai akhir hayatku. Sebuah rumah yang tidak pernah ku bayangkan sebelumnya bisa aku tempati, rumah yang besar dan megah, bergaya minimalis dengan taman kecil di depannya. Disebuah komplek perumahan elit, yang mana hanya rumah-rumah megah yang berada disini.
Aku dibawa masuk kerumah dan diperlihatkan banyak hal yang belum pernah aku lihat secara langsung. Hiasan-hiasan rumah yang biasanya hanya aku lihat di tv, sekarang aku lihat secara langsung. Aku dibawa menuju sebuah kamar yang akan menjadi kamarku, sebuah ruangan yang sepertinya memang sudah di persiapkan untuk seorang anak perempuan. Dengan warna dasar ungu dan pink serta banyak boneka yang ditata dengan rapi.
Aku masuk dan langsung menuju ke sebuah jendela kaca yang berada dikamar, aku buka tirainya dan dari sini aku bisa melihat sebuah pemandangan yang indah. Karena kamar ini berada di lantai dua, jadi jika aku melihat kebawah maka akan terlihat taman kecil dengan bunga-bunga yang indah serta rumput hijau yang sepertinya dirawat dengan rapi. Aku juga bisa melihat bulan yang indah serta bintang-bintang yang menghiasi langit malam menemani rembulan.
***
“Sisi, ayo bangun sayang!” Suara Mama dipagi hari membangunkan ku sambil membuka tirai. Aku sudah hafal apa yang Mama lakukan setiap paginya, karena sudah hampir setahun aku berada disini. Aku sudah akrab dengan suasana rumah ini dan orang-orang yang berada didalamnya.
“Hemmm.. memangnya ini jam berapa sih Ma? Sisi masih ngantuk ni.” Aku berkata sambil terus memejamkan mata. Mama menuju tempat tidurku dan memegang ku dengan perasaan sayangnya.
“Sayang, ini sudah waktunya subuh. Kamu tidak shalat subuh?”
“Iya Ma, Sisi shalat kok. Tapi sebentar lagi ya.”
Karena jawabanku itu, Mama langsung menggelitikku dan menyuruhku segera bangun. Hal ini hampir setiap pagi terjadi, selalu ada canda tawa yang terjadi antara kami setiap paginya. Aku tidak tahu kenapa setelah aku tinggal disini, aku menjadi anak yang manja. Dan keluarga ini pun sangat memanjakan ku. Wanita yang kupanggil Mama ini pun menyayangi ku, seolah dia yang melahirkan ku. Wanita berjilbab ini, membuat ku menjadi gadis manja yang cerdas dan shaleha. Dia mengajari ku berjilbab dengan sabarnya, sampai akhirnya sekarang aku pun berjilbab. Kelurga ini memang keluarga yang cukup kaya, tapi mereka tidak pernah memanjakan aku dengan harta mereka, tapi mereka memanjakan ku dengan kasih sayang dan perlakuan mereka.
Disini, aku seakan lupa pada masa laluku. Masa lalu dimana aku tidak punya orang tua, tinggal di panti asuhan dan belajar disekolah yang sederhana. Sedangkan disini, aku tinggal di sebuah rumah yang mewah dengan orang tua yang lengkap dan menyayangiku, belajar disekolah yang mahal dan berkualitas, bahkan aku mengikuti beberapa privat diluar jam sekolah. Disini, waktu ku seolah sangat berharga, sehingga ada banyak hal aku lakukan.
***
Aku sangat sibuk hari ini, besok adalah hari ulang tahun ku yang ke 18. Ini kali pertamanya aku merayakan ulang tahun secara besar-besaran, orang tua ku mempersiapkan semuanya buat ku. Selama dua hari persiapannya dilakukan, mulai dari dekorasi, gaun ku, dan segala macam ornamen ulang tahun lainnya.
Dan hari ini adalah hari yang sangat berharga untukku, acara ulang tahun ku. Diwajahku selalu hadir senyum bahagia, apalagi disaat teman-temanku datang. Sampailah di acara utama, acara yang sedari kemarin ku tunggu-tunggu.
“Terimakasih kepada teman-teman Sisi yang sudah menyempatkan diri datang ke acara ini” Kata seorang pembawa acara membuka acara. “Untuk mempersingkat waktu, kita langsung saja mendengarkan sambutan dari yang berbahagia hari ini. Sisi...” Tepuk tangan riuh dari para tamu yang hadir membahana di ruangan rumahku dan aku pun segera mengucapkan beberapa patah kata sembari terus tersenyum karena bahagia.
Dilanjutkan sambutan oleh kedua orang tuaku, awalnya aku terkejut karena kedua orang tua ku sempat bertukar pandang dan terdiam sampai akhirnya Papa mengucapkan beberapa kata.
“Terimakasih untuk teman-teman Sisi yang udah datang ke acara ulang tahun Sisi yang ke 18 ini.” Papa menarik napas panjang dan terlihat kecemasan di wajahnya. “Hari ini adalah hari ulang tahun Sisi, anak kami yang sudah setahun ini bersama kami. Dan hari ini, kami akan memberitahukan kepada semuanya termasuk Sisi, bahwa Sisi adalah anak kandung kami yang hilang 17 tahun lalu dan bukan hanya seorang anak angkat dikeluarga ini.”
Aku syok mendengar hal itu. Aku anak kandung keluarga ini, bagaimana bisa. Kenapa baru sekarang mereka memberi tahu ku, dan kenapa mereka baru mencari ku setelah 17 tahun berlalu. Kenapa aku bisa hilang. Berbagai pertanyaan tiba-tiba saja memenuhi otakku. Kepala pusing memikirkan jawabannya, air mata ku pun tumpah tidak bisa ku tahan. Dan akhirnya, aku jatuh pingsan di lantai dengan pipi yang basah oleh air mata.
***
Acara ulang tahun ku selesai sebelum waktunya, semua tamu pulang setelah acara ditutup oleh pembawa acara. Dan aku, aku dibawa menuju kamarku dalam keadaan tidak sadar dan dibaringkan ditempat tidur. Mama mengeluarkan air mata, dia duduk ditepi tempat tidurku sambil terus mengelus kepalaku.
“Maafkan Mama sayang. Mama benar-benar minta maaf.”
“Kamu harus mendengarkan penjelasan Mama. Ayo bangun sayang”
Setelah kurang lebih satu jam, akhirnya aku pun sadar. Perlahan ku buka mataku, ku edarkan pandanganku kesekeliling kamar. Kulihat papa berdiri disamping mama yang duduk disampingku.
“Aku kenapa Ma? Pesta ku bagaimana?”
“Kamu tenang dulu ya sayang. Kamu tadi pingsan dan akhirnya semua teman kamu pulang.” Papa menjawab pertanyaan ku dan Mama terdiam dengan air mata yang terus mengalir.
“Pingsan?” Aku akhirnya ingat lagi dengan semua kata-kata Papa pada acara ulang tahun ku tadi. Aku pun akhirnya menangis lagi sambil terus bertanya kebenaran dari perkataan itu.
“Maafkan Mama sayang, Mama baru bisa memberi tahu mu sekarang. Mama tidak punya maksud apa pun, Mama sayang sama Sisi dan Mama tidak mau liat Sisi marah sama mama.”
“Tapi kenapa baru sekarang Ma, kenapa tidak dari awal saat Mama dan Papa mengadopsi Sisi dipanti dan kenapa Mama dan Papa baru menjemput Sisi setelah 17 tahun Sisi tinggal dipanti dan merasa benar-benar tidak memeliki orang tua.”
“Sisi setiap malam selalu melihat keluar jendela, menatap kegelapan malam. Dan Sisi seolah menemukan sosok orang tua Sisi disana. Itu yang membuat Sisi selama ini kuat dan tidak pernah mengeluh soal orang tua. Apa mama dan papa tahu hal itu?”
Suasana hening sesaat, yang terdengar hanya suara isak tangis aku dan mama.
 “Sisi mau sendiri dulu sekarang. Mama dan Papa bisa keluar dari kamar inikan?”
“Tapi sayang..”
“Sudahlah Ma, kita biarkan Sisi sendiri dulu. Dia masih bingung dan terkejut dengan keadaan ini.” Kata Papa sambil membawa Mama bangkit dari tempatnya duduk dan membawanya keluar.
“Terimakasih Pa.”
Aku terus memikirkan hal itu, aku bangkit menuju jendela kamar. Kubuka tirainya dan aku melihat keluar. Menatap jauh, menerawang di kegelapan. Rintik-rintik hujan mulai jatuh membasahi bumi seolah ikut merasakan kesedihanku. Bulan dan bintang pun seolah enggan menemani dan menghiburku. Rintik hujan pun berubah menjadi hujan yang deras di iringi air mata ku yang tidak bisa ku hentikan. Aku terpaku disamping jendela, berdiri tegak sambil terus menapat dikegelapan seolah mencari jawaban dari pertanyaanku di antara tetesan hujan. Ku julurkan tangan ku keluar dan merasakan tetesan hujan ditanganku sambil memejamkan mataku. Aku ingin merasakan ketenangan dihatiku, aku ingin perasaan seperti sekarang ini menjauh dari hatiku. Aku sangat tersiksa dengan hal ini.
Aku kembali ketempat tidurku, pukul 03.00 aku baru bisa terlelap tidur.
***
Aku terbangun dipagi hari saat matahari pagi membelaiku dengan hangatnya. Jendela kamar yang semalam tidak aku tutup membuat matahari pagi leluasa masuk dan membangunkan ku. Mata ku sembab karena tangisan ku semalam. Aku beranjak dari tempat tidurku menuju kamar mandi dengan lemas. Tenagaku seolah terkuras habis seiring dengan air mataku yang tadi malam terus keluar.
Setelah mandi dan berpakaian rapi, aku menuju ke ruang makan yang berada di lantai 1. Aku melihat papa dan mama yang juga terlihat lelah dari raut wajah mereka.
“Pagi Ma, Pa.” Aku menyapa mereka dan mencoba tersenyum.
“Pagi sayang. Ayo sarapan.”
Aku duduk di samping mama dan memakan roti yang sudah di siapkan mama.
“Ma, Pa, Sisi mau tanya sesuatu, boleh?” Kata ku disela makanku. Aku melihat mereka berdua menatapku.
“Boleh sayang, kamu mau tanya apa. Mama dan Papa akan mencoba menjawabnya semampu kami.”
 “Sebenarnya Sisi hilang dulu karena apa?” Aku berusaha sekuat tenaga tegar dan tidak menangis ketika menanyakan hal itu.
“Dulu, mama dan papa sangat bahagia bisa memilikimu. Kami membawamu yang saat itu masih bayi berlibur ke sebuah kota, kami duduk di sebuah kursi taman. Saat itu taman sangat ramai dan disaat kami lengah kamu hilang entah kemana. Kami yang baru menyadari akan hal itu langsung mencari mu kesekeliling taman namun sampai hari menjelang malam pun kami tidak menemukanmu. Mama sempat syok kehilangan kamu tapi kami terus mencari selama seminggu tapi hasilnya nihil. Akhirnya kami kembali kekota ini dengan perasaan hancur karena kehilanganmu.”
“Kami tidak pernah berhenti mencarimu. Kami menyewa beberapa orang terpercaya untuk mencarimu. Sampai akhirnya setelah 17 tahun menunggu, kami akhirnya mendapatkan informasi bahwa kamu berada di panti itu.”
Aku dengan seksama mendengar cerita itu dan tanpa aku sadari air mata ku jatuh membasahi pipi ku. Aku benar-benar tidak menyangka kejadian itu telah terjadi padaku. Aku pun tidak pernah memikirkan banyak hal yang telah dilakukan orang tua ku untuk mencari ku dan perasaan mereka saat kehilangan ku pun tidak bisa ku bayangkan.
Aku memeluk Mama yang berada disampingku yang sudah menangis sedari tadi ketika menceritakan hal itu. Papa pun bangkit dari tempat duduknya dan memeluk ku dan mama. Kami bertiga larut dalam suasana haru bercampur bahagia pagi ini. Dan aku sekarang benar-benar menemukan sosok orang tua yang aku cari selama ini. Bisa terus memanggil mama, seorang ibu yang melahirkan ku dan selama ini merindukanku. Ibu, sebuah kata yang selama ini tidak pernah ku sebut dan asing bagiku, sekarang bisa terus ku sebut untuk mamaku. Mama yang sangat aku sayangi.